AB I
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki masalah-masalah kependidikan yang memprihatinkan.
Masalah ini terjadi sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang. Secara
terperinci dapat diungkapkan alasan-alasan timbulnya pendidikan luar
sekolah adalah:
A. Aspek Pelestarian Budaya.
Pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan yang terjadi dan
berlangsung di lingkungan keluarga dimana (melalui berbagai perintah,
tindakan dan perkataan) ayah dan ibunya bertindak sebagai pendidik.
Dengan demikian pendidikan luar sekolah pada permulaan kehadirannya
sangat dipengaruhi oleh pendidikan atau kegiatan yang berlangsung di
dalam keluarga. Di dalam keluarga terjadi interaksi antara orang tua
dengan anak, atau antar anak dengan anak. Pola-pola transmisi
pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan melalui asuhan,
suruhan, larangan dan pembimbingan. Pada dasarnya semua bentuk kegiatan
ini menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik.
Semua bentuk kegiatan yang berlangsung di lingkungan keluarga dilakukan
untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan praktis di
masyarakat dan untuk meneruskan warisan budaya yang meliputi kemampuan,
cara kerja dan teknologi yang dimiliki oleh masyarakat dari satu
generasi kepada generasi berikutnya. Jadi dalam keluarga pun sebenarnya
telah terjadi proses-proses pendidikan, walaupun sistem yang berlaku
berbeda dengan sistem pendidikan sekolah. Kegiatan belajar-membelajarkan
yang asli inilah yang termasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional
yang kemudian menjadi pendidikan luar sekolah.
B. Aspek Teoritis
Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan PLS adalah teori yang
diketengahkan Philip H. Cooms (1973:10), tidak satupun lembaga
pendidikan: formal, informal maupun nonformal yang mampu secara
sendiri-sendiri memenuhi semua kebutuhan belajar minimum yang esensial.
Atas dasar teori di atas dapat dikemukakan bahwa, keberadaan pendidikan
tidak hanya penting bagi segelintir masyarakat tapi mutlak diperlukan
keberadaannya bagi masyarakat lemah (yang tidak mampu memasukan
anak-anaknya ke lembaga pendidikan sekolah) dalam upaya pemerataan
kesempatan belajar, meningkatkan kualitas hasil belajar dan mencapai
tujuan pembelajaran yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Uraian di atas
cukup untuk dijadikan gambaran bahwa PLS merupakan lembaga pendidikan
yang berorientasi kepada bagaimana menempatkan kedudukan, harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk yang memiliki kemauan, harapan,
cita-cita dan akal pikiran.
C. Dasar Pijakan.
Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh legitimasi dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat yaitu: UUD 1945, Undang-Undang RI
Nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintah RI No.73 tahun 1991 tentang
pendidikan luar sekolah. Melalui ketiga dasar di atas dapat dikemukakan
bahwa, PLS adalah kumpulan individu yang menghimpun diri dalam kelompok
dan memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan
yang diselenggarkan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan
belajar.
Adapun bentuk-bentuk satuan PLS, sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN
tahun 1989 pasal 9:3 meliputi: pendidikan keluarga, kelompok belajar,
kursus dan satuan pendidikan sejenis. Satuan PLS sejenis dapat dibentuk
kelompok bermain, penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok
pesantren tradisional.
D. Aspek Kebutuhan Terhadap Pendidikan
Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada masyarakat
daerah perkotaan, melainkan masyarakat daerah pedesaan juga semakin
meluas. Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi,
kemajuan iptek dan perkembangan politik. Kesadaran juga tumbuh pada
seseorang yang merasa tertekan akibat kebodohan, keterbelakangan atau
kekalahan dari kompetisi pergaulan dunia yang menghendaki suatu
keterampilan dan keahlian tertentu. Atas dasar kesadaran dan kebutuhan
inilah sehingga terwujudlah bentuk-bentuk kegiatan kependidikan baik
yang bersifat persekolahan ataupun di luar persekolahan.
E. Keterbatasan Lembaga Pendidikan Sekolah.
Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak bersifat formal
atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku
dan kaku serta berbagai keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua
lembaga pendidikan sekolah yang ada di daerah terpencil pun yang mampu
memenuhi semua harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi semua
harapan masyarakat daerah lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan
itulah yang memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat
informal atau nonformal diselenggarakan, sehingga melalui kedua bentuk
pendidikan itu kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
BAB II PEMBAHASAN
MACAM-MACAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
A. Definisi Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Menurut Komunikasi Pembaruan Nasional Pendidikan (KPNP): Pendidikan luar
sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang
teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi,
pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan
kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang
efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan
lingkungan masyarakat dan negaranya.
Phillips H. Combs, mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah
setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di
luar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu
kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada
sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.
Jadi, pendidikan luar sekolah adalah pendidikan dimana setiap kesempatan
dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah diluar sekolah dan
seseorang memperoleh informasi,pengetahuan,latihanatau bimbingan sesuai
dengan kebutuhan hidup.
B. Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah kegiatan terorganisasi dan sistematis,
diluar sistem persekolahan, yang dilakukan secara mandiri atau merupakan
bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan
untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan
belajarnya.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
profesional.
Pendidikan nonformal meliputi:
1. pendidikan kecakapan hidup,
Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan, dan
keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan
kehidupan. Tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta
didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjaga
kelangsungan hidup, dan perkembangannya di masa datan
2. pendidikan anak usia dini,
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan
dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal
3. pendidikan kepemudaan,
Pendidikan ini untuk memenuhi kebutuhan para remaja/pemuda, dengan
adanya pelatihan kepemudaan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
dalam rangka meningkatkan kualitas dan pengembangan potensi diri.
4. pendidikan pemberdayaan perempuan,
Pendidikan ini bisa dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pada dasarnya
ialah untuk meningkatkan kualitas perempuan, baik dari aspek kognitif,
afektif, maupun psikomotorik.
5. pendidikan keaksaraan,
Jenis program pendidikan keaksaraan berhubungan dengan populasi sasaran
yang belum dapat membaca dan menulis. Dulu program ini dikenal istilah
pemberantasan buta huruf ( PBA ). Sekarang program keaksaraan terkenal
dengan istilah kursus pengetahuan dasar ( KPD). Targetnya ialah
terbebasnya populasi sasaran dari buta baca, buta tulis, buta
pengetahuan umum dan buta bahasa indonesia .
6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
Pendidikan ini lebih cenderung kepada program-program yang sifatnya
aplikatif, untuk menambah atau memperdalam keterampilan-keterampilan
baik didalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun di lingkungan
kerja.
7. pendidikan kesetaraan,
Program ini diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin menyetarakan
pendidikannya seperti pendidikan formal, biasanya dalam hal ini adanya
paket A untuk SD, paket B untuk SLTP, dan paket C untuk SLTA.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:
1. lembaga kursus,
Kursus tetap memenuhi unsur belajar-mengajar seperti warga belajar,
sumber belajar, program belajar, tempat belajar dan pasilitas. Sistem
pengajaran dapat berupa ceramah, diskusi, latihan, praktek dan
penugasan. Dan pada akhirnya kursus ada evaluasi untuk menentukan
keberhasilan dalam Bentuk STTB
2. lembaga pelatihan,
Pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap mengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
3. kelompok belajar,
Kelompok belajar adalah lembaga kegiatan belajar mengajar yang
dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu tergantung pada kebutuhan warga
belajar. Program belajar dapat berupa paket-paket belajar dan dapat
disusun bersama antara sumber belajar dan warga belajar
4. pusat kegiatan belajar masyarakat,
PKB terdapat di dalam masyarakat lyas seperti pesantren, perpustakaan,
gedung kesenian, took, rumah ibadat, kebun percobaan dan lain-lain
lembega-lembaga tersebut para peserta dapat memperoleh proses
belajar-mengajar sesuai yang mereka inginkan.
5. majelis taklim,
Majelis Taklim merupakan lembaga pendidikan Islam Non formal. Dan
merupakan fenomena budaya religius yang tumbuh dan berkembang di tengah
komunitas muslim Indonesia. Majelis Taklim ini merupakan institusi
pendidikan Islam non Formal, dan sekaligus lembaga dakwah yang memiliki
peran strategis dan penting dalam pengembangan kehidupan beragama bagi
masyarakat. Majlis Taklim sebagai institusi pendidikan Islam yang
berbasis masyarakat peran strategisnya terutama terletak dalam
mewujudkan learning society, suatu masyarakat yang memiliki tradisi
belajar tanpa di batasi oleh usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
dan dapat menjadi wahana belajar, serta menyampaikan pesan-pesan
keagamaan, wadah mengembangkan silaturrahmi dan berbagai kegiatan
kegamaan lainnya, bagi semua lapisan masyarakat.
C. Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia
sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh
lingkungan, pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga,
lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media
massa. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
D. Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan
dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Pendidikan anak usia
dini berbentuk:
1. Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA)
Taman Kanak-Kanak adalah pelayanan pendidikan anak usia dini terutama
disediakan untuk anak usia 4+ – 6+ Tahun. Demikian pula Raudathul Athfal
tetapi Raudathul Athfal menekankan pada pengajaran agama Islam.
2. Kelompok Bermain (KB)
Kelompok Bermain menyediakan pendidikan untuk anak usia 2+ – 6+
tahun.Tetapi didaerah perkotaan Kelompok Bermain cenderung untuk kelas
junior yaitu untuk anak usia 2+ dan 4 + tahun, sedangkan usia 4 – 6
tahun di TK atau RA, penekanannya pada kegiatan bermain. Bagi daerah
yang tidak ada TK atau RA, Kelompok Bermain semata-mata nama dari
pelayanan pendidikan setengah hari untuk anak 2+ – 6+ tahun.
3. Taman Penitipan Anak (TPA)
Taman Penitipan Anak menyediakan pendidikan untuk anak usia 3 bulan
sampai 6 tahun sementara orang tua mereka (terutama Ibu) bekerja. Taman
Penitipan Anak dibangun dekat tempat kerja orang tua. Tetapi didaerah
perkotaan lama-lama menjadi kegiatan pendidikan menyediakan kebutuhan
mendidik dan merawat untuk ibu-ibu pekerja yang berpenghasilan tinggi,
sementara di pedesaan fungsi kekeluargaan anak masih dominan.
4. Posyandu
Posyandu pada dasarnya Pos Pelayanan Terpadu yang merupakan pusat
kesehatan masyarakat dimana ibu-ibu hamil dan menyusui datang untuk
menerima perawatan kesehatan (misalnya gizi tambahan, imunisasi dan
lain-lain) untuk diri mereka dan juga anak mereka. Sekarang mulai
berubah menjadi pusat pelayanan yang lebih luas untuk ibu-ibu dimana
mereka datang 2 kali sebulan bukan saja untuk menerima perawatan
kesehatan tetapi juga untuk belajar tentang orang tua yang memberikan
pelayanan pada anak-anaknya khususnya anak usia dini. Baru-baru ini, ada
usaha pelayanan kerjasama untuk anak-anak yang menemani ibu mereka ke
pusatpusat pelayanan.
5. Bina Keluarga Balita (BKB)
Tujuan utama dari BKB adalah untuk menyediakan pada ibu-ibu informasi
mengenai keterampilan orang tua – bagaimana membesarkan dan mengawasi
perkembangan fisik, emosi, intelektual anak usia dini. BKB sekarang
disatukan dengan Posyandu yang menekankan kembali fungsi menjadi orang
tua nantinya yang bisa melayani anaknya yang masih usia dini. Baik
Posyandu maupun BKB dilakukan oleh kader yang terlatih.
E. Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan
oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan
kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam
pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu
departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
F. Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Pendidikan
keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat
dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal.
G. Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan. Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan
pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti
pendidikan secara tatap muka atau reguler. Pendidikan jarak jauh
diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung
oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin
mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
H. Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di
daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil,
dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari
segi ekonomi.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas, maka kita bisa melihat bahwa saat ini sudah
banyak sekali lembaga-lembaga pilihan yang bisa dijadikan wadah dalam
rangka pengembangan potensi diri, baik melalui jalur pendidikan formal,
nonformal, maupun informal. Bagi yang sejak kecil sudah beruntung bisa
mengenyam pendidikan sekolah, maka pendidikan luar sekolah menjadi
alternatif sebagai penunjang atau pelengkap pendidikannya sesuai dengan
keinginan, profesi, maupun kepribadiannya. Karena kita ketahui, bahwa
pendidikan luar sekolah dalam menjalankan programnya disesuaikan dengan
kebutuhan warga belajarnya. Sedangkan bagi yang sama sekali belum
menjamah pendidikan sekolah, maka pendidkan luar sekolah adalah
solusinya, walaupun tidak sama/setara, setidaknya tidak tertinggal
terlalu jauh dari orang-orang yang mengenyam pendidikan sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar